![]() |
[Foto] Para Massa Membawa Sejumlah Cairan Limbah dari Hasil Temuannya |
Dalam Aksi ini bertujuan untuk mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar segera melakukan pengawasan ketat dan penertiban terhadap sumber-sumber pencemaran Sungai Brantas. Serta memulai proses rehabilitasi ekosistem yang telah rusak akibat polusi.
Sehingga membuat aksi kali ini diperkuat dengan temuan terbaru, mengenai ikan-ikan yang mabuk akibat pencemaran pada 2 September 2024 di Wonokromo Surabaya.
"Jadi kegiatan hari ini adalah kegiatan aksi dimana kami ingin mendorong pemerintah provinsi Jawa Timur untuk melakukan pemulihan dan rehabilitasi terhadap ekosistem sungai termasuk sungai Brantas," ujar Alaika Rahmatullah sebagai koordinator aksi.
Lebih lanjutnya ia mengatakan, dalam beberapa hari terakhir ini, telah melakukan identifikasi sumber-sumber pencemaran di Sungai Brantas, faktanya banyak industri yang belum mengelola limbahnya sehingga mencemari ekosistem sungai.
"Pada Hari Rabu (11/9) kami menemukan kandungan besi (Fe) sebesar 88,25 ppm dan TDS mencapai 28.500 ppm yang mengalir ke Kali Surabaya, anak dari Sungai Brantas," imbuhnya.
Menurut dia, akan sangat fatal apabila dikonsumsi oleh masyarakat di Jawa Timur, dan berdampak buruk bagi kesehatan manusia serta biota lainnya. Karena dapat mengakibatkan kerusakan organ seperti hati atau jantung.
"Mengkonsumsi air dengan Total Dissolved Solids (TDS) yang tinggi dalam jangka panjang bisa meningkatkan resiko gangguan ginjal dan penyakit kardiovaskular, karena banyak mineral atau polutan berbahaya seperti logam berat yang terkandung dalam air," tegas Alaika yang juga aktif sebagai peneliti ekologi akuatik.
Di samping itu ia menilai, kurangnya komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan dan melaksanakan penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang mencemari sungai.
"Pemerintah abai dalam melakukan pengawasan terhadap pencemaran di Sungai Brantas. Temuan Ecoton pada tahun 2024 menemukan terdapat 10 industri berkontribusi terhadap pencemaran Sungai Brantas yang membuang limbahnya tanpa diolah," tuturnya.
Perlu diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi atas kasus ikan mati yang diajukan Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR melalui putusan Nomor 1990K/PDT/2024 tertanggal 30 April 2024 oleh Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton). Berikut Tuntutan yang dibawanya :
1. Gubernur Jawa Timur wajib memasang CCTV dan alat pemantau kualitas air (real time) di setiap outlet pembuangan limbah cair di sepanjang Sungai Brantas, agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau ketertiban industri.
2. Gubernur Jawa Timur wajib melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair melebihi baku mutu berdasarkan PP 82/2001.
3. Pemerintah harus membentuk tim Satgas yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan limbah cair di Jawa Timur. (Rud / Alw)