Darurat Kebebasan Pers, Jurnalis Surabaya dan Masyarakat Gelar Aksi Tolak RUU Penyiaran

[Foto] Perwakilan Mahasiswa Terlibar Dalam Aksi Tolak RUU Penyiaran di depan Gedung DPRD Surabaya
Surabaya | LPM BukPoIn - Aksi penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran terus di suarakan oleh sejumlah aktivis media, mahasiswa dan masyarakat umum.

Mereka menuntut beberapa pasal dalam RUU Penyiaran diantaranya Pasal 8A huruf (g), Pasal 42 ayat 2, Pasal 50B ayat 2 huruf (c), Pasal 50B huruf (k), dan Pasal 51 huruf E, yang dirasa dapat merenggut kerja-kerja jurnalis dalam mengawal demokrasi. 

Aksi penolakan terhadap RUU itu berlangsung di depan gedung DPRD Kota Surabaya dengan tertib dan damai, Rabu (29/5/2024). 

Dalam orasinya, Maulana selaku kordinator aksi mengatakan, pers merupakan instrumen krusial dalam menjaga dan mengawal demokrasi, apabila kebebasan pers dibatasi maka demokrasi tidak dapat berjalan dengan normal. 

"Demokrasi tanpa kebebasan pers mustahil bisa berjalan dengan baik dan sehat," kata ketua kelompok kerja jurnalis (Pokja) DPRD Surabaya itu.

Pihaknya bersama berbagai elemen masyarakat akan terus mendesak pemerintah agar RUU Penyiaran segera dicabut. Sebab hal itu berdampak buruk pada stabilitas negara. 

"RUU tersebut berupaya mengungkung kebebasan berpendapat, kebebasan menyampaikan informasi ke publik dengan penuh tanggung jawab," pungkasnya.

Sementara itu perwakilan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Surabaya, Isa sangat menyayangkan atas sikap DPR RI dan Pejabat Pemerintah yang seakan-akan tidak memikirkan masa depan bangsa. 

"RUU ini sangat rawan dijadikan alat pengekangan bagi jurnalis dalam menyampaikan informasi sesuai fakta yang ada di lapangan. Ini tidak sehat bagi kemajuan suatu bangsa," tukasnya.

[Foto] Wafatnya Kebebasan Pers
Tuntutan itu juga digaungkan oleh Aldi Fakhrudin perwakilan dari mahasiswa, ia menilai beberapa pasal RUU Penyiaran cukup membatasi ruang gerak kegiatan jurnalistik mahasiswa.

"Bagaimana RUU ini akan berdampak pada Pers Mahasiswa saat melakukan peliputan di kampus. Ruang kita juga akan dibatasi," terang mahasiswa yang aktif bergelut di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) BukPoIn FISIP Universitas W.R Supratman (Unipra) Surabaya.

Perlu diketahui lima pasal bermasalah dalam draf RUU Penyiaran yang disoroti oleh para demonstran :

1. Pasal 8A huruf (g): Menyebutkan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus bidang penyiaran, yang tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.

2. Pasal 42 ayat 2: Menyebutkan bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI, sementara berdasarkan UU Pers, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan Pers.

3. Pasal 50B ayat 2 huruf (c): Melarang adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.

4. Pasal 50B huruf (k): Melarang pembuatan konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.

5. Pasal 51 huruf E: Mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan, yang tumpang tindih dengan UU Pers. Pasal ini menyebutkan bahwa sengketa yang timbul akibat keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pan/Alw).